ReBlog #5 : Siapa Septi ?

Sabtu, Oktober 14, 2017

Septi Peni Wulandani
Wanita kelahiran Salatiga, 21 September 1974 ini adalah putri dari pasangan bapak Salim Rijanto dan ibu Musriyati.
Ia adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya adalah seorang ABRI sedangkan ibunya seorang guru.

Ketika kelas 2 SD, ayahnya meninggal dunia.
Septi kecil berduka.
Ketika anak-anak seumurannya bisa bermanja-manja dengan ayahnya, maka keinginan tersebut hanya ia pendam dalam hatinya.

Sepeninggal ayahnya, Septi kecil diajari disiplin dan kemandirian oleh sang ibu. Untuk memperoleh sesuatu maka harus melalui perjuangan.

Kecerdasan sudah terlihat dalam diri Septi sedari kecil. Ranking 1 selalu ditangannya. Ia sering mewakili sekolahnya dalam berbagai perlombaan.
Ia pernah menjadi juara I lomba karya ilmiah tingkat SMA se-Jateng.

Ia juga mampu menembus Universitas Diponegoro tanpa tes.
Septi memilih Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Masa-masa kuliah adalah masa penuh tantangan bagi Septi. Ketika memasuki peguruan tinggi Ia hanya dibekali uang hasil dari celengannya.

Sudah menjadi tradisi dalam keluarga Septi, bahwa setiap bayi yang lahir maka berarti secara otomatis akan diberi celengan.
Tiap hari celengan tersebut diisi.
Celengan tersebut hanya akan dipecah ketika sang anak memasuki bangu kuliah.

Maka Septi pun dibekali uang kuliah sebesar hasil celengan tersebut. Septi memutar otak mencari cara agar kebutuhan kuliahnya terpenuhi dengan uang tersebut.

Dari sinilah jiwa enterpreunership Septi semakin terasah. Ia mengalokasikan seluruh dana hasil celengan tersebut untuk mengontrak satu rumah. Kemudian ia sewakan kamar-kamar tersebut kepada para mahasiswa. Jadilah ia ibu kos muda.

Keuangan pun tercukupi. Bahkan ia bisa menabung dari hasil bisnis kost-kostan tersebut. Ia juga rajin mengirim artikel ataupun resume buku ke media cetak. Honornya ia pergunakan untuk membeli buku-buku bermutu.

Setelah gelar sarjana ia raih, Septi diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
Ibunya sangat bahagia dengan hal tersebut, karena seluruh anggota keluarga Septi adalah Pegawai Negeri Sipil.

Septi pun sangat bahagia bisa membuat ibundanya tersenyum bangga.
Septi ibarat kembang yang sedang mekar, kecantikan, kecerdasan, dan pekerjaan mapan telah ia sandang.

Banyak pemuda yang menaruh hati padanya.
Akhirnya ia menjatuhkan pilihan kepada Dodik Mariyanto, kakak kelasnya di SMA Negeri 1 Salatiga.

Dodik adalah seorang yang cerdas dan aktifis pramuka di SMA 1 Salatiga.

Mereka menikah di tahun 1995.
Dodik Mariyanto merupakan alumni Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung.
Ia mengenal dan menaruh hati kepada Septi semenjak SMA.

Tapi keinginan tersebut hanya ia pendam dalam hati. Setelah kuliah, mereka tidak pernah berkomunikasi.
Dodik berani mengutarakan isi hatinya ketika bermaksud meminang Septi.

Waktu itu Dodik telah bekerja sebagai seorang karyawan Bank di Depok.

Gayung pun bersambut, Septi menerima cinta tulus Dodik. Mereka pun mengikrarkan ikatan cinta nan suci di depan penghulu.

Setelah menikah Septi memutuskan resign dari PNS dan berganti profesi menjadi full time mother.

Keputusan ini ditentang keras oleh Ibunda Musriyati dan seluruh keluarga besarnya.
Tapi Septi tetap teguh dalam pendiriannya.
Ia ingin mendedikasikan seluruh waktunya untuk keluarganya tercinta. Ia ingin mendidik anak-anaknya dengan seluruh waktu dan kemampuannya.

Bagi Septi, keluarga adalah nomor satu, yang paling utama.
Setelah resign, Septi mengikuti sang suami ke Depok.

Awal-awal menikah adalah masa-masa penuh perjuangan. Septi terkena Post Power Sindrome. Ia yang terbiasa kerja kantoran, kaget dengan rutinitas baru sebagai ibu rumah tangga. Ia yang terbiasa pegang komputer, harus ikhlas memegang sapu, kain pel, kompor, wajan dan sebangsanya.

Sungguh perjuangan yang menguras emosi dan pikiran. Ia pun sering menangis, tapi kemudian ia tersadar bahwa ini adalah pilihannya sendiri.

Cita-cita memang membutuhkan pengorbanan.

Ketika tinggal di Depok, Septi berusaha memanfaatkan waktunya seoptimal mungkin. Ia sering mengikuti berbagai seminar parenting di UI.

Bahkan ia rela menunggu berjam-jam dirumah Kak Seto hanya sekedar untuk bertemu dengan kak Seto.

Semangat belajarnya menggebu—gebu. Cita-citanya hanya satu yaitu menjadi ibu profesional.

Ia pun membuat kartu nama dan dengan bangga menyebutkan pekerjaannya adalah ibu profesional.

Tahun 1996, Septi melahirkan anak pertamanya yang ia beri nama Nurul Syahid Kusuma yang biasa dipanggil Enes. Kecerdasan Septi dan Dodik menurun kepada putrinya. Diwaktu berumur 2 tahun, Enes sudah lancar membaca latin dan hijaiyyah. Lancar membaca latin dan mengaji iqro dalam waktu yang bersamaan. Enes menempuh pendidikan homechooling semasa SD nya. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Salatiga. Saat ini (2011) Enes kuliah di Singapore.

Tahun 1996, putri kedua pun lahir. Ia diberi nama Kusuma Dyah Sekar Arum atau biasa dipanggil Ara. Gadis manis nan ceria ini pun menuruni gen kecerdasan dari orang tuanya. Sama seperti Enes, Ara menempuh pendidikan homeschoooling untuk pendidikan dasarnya. Saat ini (2011) Ara tercatat sebagai siswi SMP Negeri 1 Salatiga.

Anak ketiga lahir di tahun 2003. Elan Jihad Kusuma merupakan satu-satunya anak laki-laki Septi. Saat ini (2011) Elan menempuh pendidikan Homeshooling dan bergelut dengan dunia robot. Elan ingin menjadi pakar robotika Indonesia.

Sewaktu putrinya masih kecil-kecil, Septi berusaha menambah penghasilan keluarga dengan berdagang baju. Sambil menggendong putrinya, Septi menggelar dagangannya di arisan ibu-ibu PKK, arisan RT, ataupun acara bazaar masjid.

Terkadang Septi menggelar lapak dagangannya didepan sekolahan didekat kontrakannya. Motor Yamaha Alpha setia menemani langkahnya dalam berdagang.

Kedua putrinya diikat diboncengan, sedangkan dagangan baju ditaruh didepan. Septi pun menyusuri jalanan menjemput rizqinya.

Septi adalah seorang monster buku, berbagai buku ia lahap sekaligus. Ia haus ilmu dan ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

Disela-sela kesibukannya mengurus rumah tangga dan berdagang baju, Septi berusaha menemukan cara belajar matematika yang menyenangkan bagi kedua putrinya. Setelah berbulan-bulan membuat metode, akhirnya terciptalah Jarimatika.

Metode ini ia terapkan kepada Enes dan Ara, dan ternyata hasilnya menakjubkan. Enes dan Ara menjadi cinta matematika. Tak hanya cinta tetapi juga mahir berhitung. Kesuksesan Septi mendidik Enes dan Ara menjadi bahan pembicaraan di lingkungannya. Para tetangga pun berdatangan meminta diajari Jarimatika. Dengan senag hati Septi mengajari Jarimatika untuk anak-anak tetangga. Anak-anak tersebut pun senang. Giliran para ibu-ibu yang bengong melihat perubahan drastis anaknya, dari benci menjadi cinta matematika. Tanpa dikomando, para ibu-ibu menyerbu Septi untuk belajar Jarimatika.

Kesuksesan Septi mengajar Jarimatika di lingkungannya tersebar dari mulut ke mulut. Bak magnet, orang-orang berdatangan kepada Septi. Mereka berminat untuk membuka cabang jarimatika di daerahnya. Akhirnya Septi mematenkan hak cipta Jarimatika dan membikin franchise. Saat ini Jarimatika memiliki 450 gerai di 112 kabupaten/kota. Sungguh prestasi yang menakjubkan. Dari sekedar mengajari putrinya sendiri menjadi mengajari seluruh anak Indonesia.

Tak hanya Jarimatika, Septi juga mengembangkan metode Jari Quran, Abaca-baca, Nirmana, Komunitas Cantrik, School of life, Ibu Profesional.

Keberhasilan Septi sebagai inovator pendidikan dan kewirausahaan pun diakui secara nasional.

Berbagai penghargaan berhasil ia raih, diantaranya yaitu sebagai berikut :
 Ibu Teladan Versi Majalah UMMI 2004
 Sukses meraih danamon award 2006 kategori individu pemberdaya masyarakat
 Tokoh pilihan Majalah Tempo, 1 diantara 10 pemuda yang mengubah Indonesia
 Inovator Sosial pilihan Pasca Sarjana FISIP UI th 2006.
 Women Enterpreuner Award Ashoka Foundation USA 2007
 Tokoh Pendidikan Kesetaraan, ASAHPENA 2008
 Ikon 2008 bidang IPTEK versi majalah Gatra 2008
 Inspiring Women Award 2008 2009
 Kartini Award, versi majalah Kartini, 2009
 Pemegang hak merk dan hak paten Jarimatika, Abacabaca, JariQur’an, Nirmana, Fun Math dll.

Septi telah berhasil mewujudkan sebagian mimpi-mimpinya. Tapi bukan berarti perjuanga berhenti. Ia masih ingin terus berkarya untuk bangsa. Kesuksesan menurut Septi adalah ketika berhasil membuat sukses orang lain. Ia ingin mengajak sebanyak-banyaknya kaum perempuan Indonesia untuk maju dan berkarya. Tak ada kata berhenti berprestasi. Setiap perempuan adalah hebat. Setiap perempuan adalah mutiara.

Septi bertekad untuk melahirkan mutiara Indonesia sebanyak-banyaknya…

Salatiga, 21 September 2011

Widy Astuti

You Might Also Like

0 komentar