Choose the right time

Selasa, Oktober 10, 2017

Choose the right time

Salah satu kaidah komunikasi produktif adalah memilih waktu yang tepat.
Tepat bagaimana?
Kedua belah pihak sama2 siap untuk saling bertukar informasi maupun pikiran.

Seperti kejadian kemarin.
Sudah tahu pak suami lagi konsentrasi tinggi nyiapkan materi training, tapi sayanya caper pengen ngajakin ngobrol meski gak penting.
Untung aja beliau langsung bilang : “maaf ya cyin, lagi gelombang beta nih. Sebentar ya”, ujarnya sambil berusaha tersenyum.

Hehehe, iya deh. Saya pun hanya tiduran di sampingnya yg sedang fokus utak atik slide power point sambil sesekali tangan kami berpegangan #uhuk :p

Sama2 nyaman. Sama2 senang. 

Hal ini sudah kami lakukan selama bbrp waktu.
Tepatnya pasca pak suami men-training istrinya ini untuk memahami konsep gelombang otak manusia agar bijak disikapi.

Setidaknya ada 4 gelombang otak yg beliau jelaskan pada saya. Tapi saya cuma tulis disini 2 diantaranya saja.

 Gelombang Beta:

Waspada, Konsentrasi.

Kondisi gelombang otak Beta (13-30 Hz) menjaga pikiran kita tetap tajam dan terfokus. Dalam kondisi Beta, otak akan mudah melakukan analisis dan penyusunan informasi, membuat koneksi, dan menghasilkan solusi-solusi serta ide-ide baru.
Beta sangat bermanfaat untuk produktivitas kerja, belajar untuk ujian, persiapan presentasi, atau aktivitas lain yang membutuhkan konsentrasi dan kewaspadaan tinggi.
 
 Gelombang Alpha:

Kreativitas, Relaksasi, Visualisasi.

Gelombang otak Alpha (8-13 Hz) sangat kontras dibandingkan dengan kondisi Beta.
Kondisi relaks mendorong aliran energi kreativitas dan perasaan segar, sehat. Kondisi gelombang otak Alpha ideal untuk perenungan, memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak sebagai gerbang kreativitas kita.
Maka choose the right time bs bermakna pahami situasi dan kondisi pasangan saat ingin berkomunikasi.
Apalagi
jika ingin bicara dari hati ke hati dalam rangka mencari solusi. Tunda pembicaraan ketika pasangan masih dalam kondisi beta.
Jika ingin ngobrol santai bahas anak2, bahas masalah uang belanja, bahas urusan yg butuh dicarikan solusinya, cari moment yang kedua belah pihak sama2 pada gelombang alpha.
Biar komunikasinya efektif dan produktif.
Jangan sampai kita ajakin ngobrol saat beliau sedang ada dalam kondisi gelombang betha.
Entah dikejar deadline, persiapan ujian atau buru2 mau berangkat kerja.

Choose the right time juga bisa bermakna, lawan bicara kita siap mendengar informasi. Sudah “pay attention”

Pernah di suatu hari suami bicara ke sulung kami yg sedang asyik menyusun puzzle..
“kakak, tolong dong ayah diambilkan buku putih itu”.
Dua kali tiga kali diulangi, menoleh saja tidak, apalagi bergerak.
Giliran saya nih. “Kakak,… kakak,… “, dia pun menoleh sambil bilang
“iya bunda?”.
“Ayah minta tolong diambilkan buku putih itu”, sambung saya.
“Oh, oke”.
Tanpa jeda dia langsung bergerak mengambil buku yg dimaksud dan menyerahkan ke ayahnya dg senyuman lalu kembali asyik dg puzzle2 itu.
Suami hanya memandangi saya yg tersenyum penuh kemenangan.
Hehehe
Entah darimana saya dapat ide ini. Yg jelas saya terinspirasi dg ayat2 al quran yg sering mengawali informasi dg membuat kata sapaan. Wahai org2 beriman, bla bla bla.
Wahai manusia, bla bla bla.
Wahai anakku, bla bla bla.
Bagi saya pribadi ini bisa masuk dalam kaidah komunikasi produktif.

Memastikan lawan bicara kita siap mendengar informasi sblm pesan tsb disampaikan.
Seperti kejadian tsabita di atas.
Drpd menyampaikan pesan secara lengkap tapi dia tidak siap mendengar (misal sedang konsentrasi dg hal lain), maka saya lebih memilih mengambil jeda.

 Panggil namanya, jika sdh “pay attention”, baru kita sampaikan pesannya. 

Sejauh ini efektif dan masih terus dilakukan di keluarga kecil ini. Termasuk pada pasangan.
Misal pak suami sedang asyik pegang hp, saya sapa dulu. Ayah.. ayah.. kadang gak langsung noleh, apalagi kalau sdh maen catur online dan dapat musuh yg rangkingnya di atas pak suami.
Hehehe.
Begitu sdh noleh, baru saya menyampaikan pesannya.
Gak jarang juga saya harus nunggu sekitar 2 menit sampai beliau menyelesaikan permainannya baru saya bicara.

Ini inisiatif saya, bukan permintannya. Karena saya tidak keberatan suami maen catur.
Bs melatih PFC dan mencegah amigdala panas yg bikin mudah stres.

Sejauh tdk emergency dan saya msh bs nunggu, why not?
Mending ditunda sebentar tapi produktif, daripada buru2 berkomunikasi tapi ujungnya malah makan hati. Iya toh?

 Griya Istiqomah, 2 Feb 2017

- Bunda Euis Kurniawati -

You Might Also Like

0 komentar