Suami kita bukan paranormal, Buk..

Selasa, Oktober 10, 2017

Alkisah terjadi dialog suami (s) dan istri (I) di suatu sore..


S: yank, cari makan diluar yuk
I : asyik, yuk yuk…
S : mau makan apa nih?
I : terserah cinta
S : soto gimana ?
I : kemarin soto, masak skrg soto lagi sih yank?
S : hm,, kalau pangsit ?
I : enak juga sih, tapi jauh euy. Takut macet jam segini.
S : atau penyetan aja gimana ?
I : yah, gak modal amat makan penyetan. Mahalan dikit kenapa? Itung2 ngedate gitu hihihi  :*
S : lah terus apa dong ?
I : terserah
S : #==/$&+&++


================


Di waktu dan sikon yang berbeda....


S : bunda, kenapa wajahnya ketekuk gitu? Lagi sedih? Ada apa ?
I : gak ada apa2
S : oh gpp. Ya udah kalau gitu. *lanjutin baca
I : kok gitu doang sih. Bukannya menghibur istrinya *manyun
S : lho tadi ditanya katanya gak ada apa2.
I : ya kan gak usah cerita, mestinya mas tau kalau aku lagi sedih. Udah jelas2 wajahnya berubah *mulaimewek
S : @:-)#&//&()

 

================


Pernah ngalami hal serupa? Sama dong dengan saya.

Hihihi.

Tapi dulu koq, pas awal2 nikah dan blm paham ilmunya.

Alhamdulillah banyak perubahan signifikan setelah belajar perbedaan pola komunikasi dan kebutuhan emosi antara kaum adam dan hawa.


Ini contoh kesalapahaman yg umum terjadi antara pria dan wanita krn mereka berbicara dg bahasa yg berbeda.

Yup, laki2 umumnya memiliki pola komunikasi eksplisit.

Memberi dan menangkap pesan dg jelas, clear, dan to the point.


Sedang sebaliknya, perempuan lebih sering mengunakan pola komunikasi implisit. Untuk dpt mengungkapkan perasaan2 secara utuh, wanita menggunakan berbagai macam superlatif, metafor dan generalisasi.

Bahasa kekiniannya kasih kode dan pesan ambigu.


Hmm,, kebayang efeknya?

Jika seorang wanita mengatakan “aku tidak apa2” sebenarnya ia sedang memberi isyarat kepada suaminya bahwa ia sedang apa2.


Tapi suami tak bisa menangkap pesan ini dg baik krn memang kaum adam sulit menangkap pesan2 implisit.

 Jika yg istri katakan A padahal maksudnya B, maka yg bs mereka tangkap adalah apa yg keluar dari lisan istri yaitu A.


Jadi untuk kita para istri, mulailah belajar berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami suami.


Jangan lagi menggunakan kalimat2 ambigu.


Tinggalkan kode.


Pilihlah bahasa yang paling mudah dipahami untuk mengurangi miskomunikasi.


Jika ingin A katakan A. Jika berharap B katakan B.


Mulailah belajar menyampaikan uneg-uneg yang ada, mulailah berlatih menyampaikan ide dan perasaan yang sebenarnya.


Tak perlu pakai bahasa kiasan, tak usah pakai bahasa ambigu.


Karena suami kita bukan paranormal yg bisa menebak pikiran dan isi hati kita.


Jangan sampai karena tuntutan alam bawah sadar kita untuk menjelma menjadi sosok istri yang shalihah kemudian memangkas keberanian kita untuk menyampaikan pendapat dan uneg-uneg di dada.


Hati-hati, jika tidak disalurkan dengan tepat, ia bagai bola es yang terus menggelinding membesar dan berbahaya.

 

Kalau ndak bisa ngomong langsung bagaimana?

Biasa, perempuan, bisa jadi belum ngomong udah nangis duluan.

Ga jadi ngomong deh.. Hehehe..

Banyak jalan menuju Roma.

Pointnya kan yang penting terkomunikasikan, caranya bisa beragam.

Salah satunya dengan saling diskusi via bbm/WA.

Btw ini cara ampuh bagi kami saat ada dlm kondisi “emergency”.

But, it’s totally work !

Yuk, stop kasih kode.


Bicara yg jelas.

Ikuti kaidah 2C : Clear and Clarify.

I’m responsible for my communication results.

Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan. Jika ia tidak paham atau salah memahami, jangan buru2 menyalahkan. Jangan2 memang cara dan bahasa kita yg belum tepat?


Yuk sama2 belajar. Belajar sama2. Moga samarada till jannah.

Griya Istiqomah, 1 Februari 2017

 

- Bunda Euis Kurniawati -
 

You Might Also Like

0 komentar