Ngobrol yuk Sayang
Selasa, Mei 02, 2017
Habis buka-buka email dari Mungilmu.
Sebenarnya ini artikel ditujukan buat saya. Karena saya orangnya pendiam.. Huhuhuu..
Saya sangat jarang komentar tentang sesuatu kecuali kalau saya rasa perlu. Setiap ada kesempatan ngumpul bareng temen dan ngobrol, saya hampir selalu jadi yang paling banyak diam dan hanya mendengarkan.
Dan sudah bisa ditebak, saya adalah tipikal pendengar. Dan insyaaAllaah bisa jadi pendengar yang baik. Hehee..
Artikelnya lumayan panjaaang.
Siapkan mata, jari untuk drag ke bawah kalau perlu powerbank dan charger.
Ditulis oleh Dea Adhicita, S.Psi.
(anggota tim
psikologi Mungilmu)
Setiap orangtua menginginkan perkembangan yang optimal dari setiap aspek
pertumbuhan anak-anaknya termasuk aspek bahasa. Berbicara adalah salah satu
indikator pencapaian dari aspek ini. Sebenarnya sejak baru lahir, seorang anak
bisa dilatih untuk berbicara. Hanya saja banyak orangtua yang belum menyadari
potensi ini.
Saat bayi baru lahir, dia sudah berkomunikasi melalui tangisan dan dia
sudah bisa membuat respon terhadap suara. Orangtua dapat melatihnya dengan
mengeluarkan suara-suara lembut untuk menyapa bayi. Pada usia 1-3 bulan bayi
sudah dapat mengeluarkan tawa yang berarti ada peningkatan dalam aspek
komunikasinya. Sejatinya pada usia ini bayi belajar dari apa yang dikatakan
oleh orang tua. Orangtua harus memperbanyak berbicara dan menyapa bayi sambil
memberi ekspresi tersenyum. Beberapa pakar pendidikan anak usia dini bahkan
menyarankan untuk mulai membacakan buku sejak usia ini untuk merangsang skill
membaca sejak dini.
Hal ini juga yang berusaha saya terapkan pada anak pertama saya, Ksatria
(sekarang usia 3 tahun 8 bulan) saat dia baru lahir. Saya berusaha mengajaknya
mengobrol tentang apa saja bahkan dengan kata dan kalimat yang terkesan untuk
orang dewasa. Misalnya saya bacakan berita apa yang sedang hangat di televisi.
Ya, Ksatria si bayi kecil itu memang hanya mengeluarkan ekspresi-ekspresi khas
bayi kecil. Tetapi dampaknya sungguh terasa sekarang. Di usianya yang akan 4
tahun sebentar lagi, Ksatria telah mampu bercerita dengan kalimat-kalimatnya
yang kompleks dibandingkan dengan anak seusianya yang lain.
Anak-anak sesungguhnya sangat suka mendengarkan orangtuanya berbicara.
Berbicaralah sesering mungkin pada bayi untuk mengasah aspek bahasanya.
Ibu atau pengasuh dapat menjelaskan aktivitas yang sedang berlangsung seperti
memandikan, mengganti popok, atau memberi ASI kepada si bayi.
Bisa jadi godaan terbesar seorang Ibu saat menyusui anaknya adalah gawai
(gadget). Memang benar sekali, waktu luang sembari menyusui si bayi dapat kita
gunakan untuk berselancar di dunia maya. Tetapi minimal sapalah si kecil
sebelum menyusuinya. Panggil nama lengkapnya agar dia belajar siapa dirinya
sedari dini. Hal ini yang saya coba terapkan sehingga meskipun namanya
tergolong sulit diucapkan namun Ksatria sudah biasa memanggil dirinya sendiri
sejak usia 15 bulan dengan sebutan “Ksatia”.
Pada usia 4-6 bulan, seorang bayi mulai mengoceh menyamakan suara dengan
apa yang didengarnya. Orang tua dapat menatap mereka seolah tahu apa yang
sedang diucapkannya. Ini akan membuat bayi mendapat penghargaan positif
atas ocehan mereka. Hindari berbicara kasar dan buruk sedari dini karena setiap
apa yang diucapkan akan tersimpan dalam memori si bayi.
Jangan lupa untuk meminta maaf jika pada akhirnya kita terlanjur berbicara
kasar atau marah terhadap si bayi. Meminta maaflah dengan tulus sambil
menyebutkan kesalahan kita agar anak kita juga belajar bahwa emosi memang
terkadang terlepas tetapi kita wajib meminta maaf atas kesalahan kita tidak
bisa mengendalikan emosi.
Seorang ibu juga dapat mengenali faktor-faktor penyebab mengapa dia emosi
agar dapat meminta bantuan kepada anggota keluarga yang lain, Misalnya pada
saat Ksatria mengalami growth spurt dan menyusu tiada henti di malam hari, saya
menjadi cepat marah dan gampang emosi terhadap Ksatria. Akhirnya saya dan suami
sepakat untuk menitipkan Ksatria yang saat itu berusia 4 bulan sebentar ke
orang tua agar kami dapat refreshing sebentar pergi ke toko buku.
Kata pertama biasanya muncul secara bervariasi pada usia 10 – 14 bulan.
Biasanya bayi memberikan label terhadap sesuatu yang akrab bagi mereka seperti
“mama”, “susu”, atau “baba” untuk ayah. Orang tua dapat mengembangkan kata ini
dengan sering menggunakannya dalam kalimat sehari-hari di hadapan bayi.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif antara keaktifan si ibu
dalam berbicara (talkativeness) dengan jumlah kosa kata anak pada usia 1 dan 3
tahun. Hal ini menjadi motivasi bagi ibu dan atau pengasuh untuk aktif.
Sehingga tiada cara lain dalam melatih anak berbicara, selain:
1. Memperbanyak interaksi percakapan dengan si kecil berapapun usianya
2. Mengajaknya bersenandung atau bernyanyi berapapun usianya
3. Menggunakan bahasa dan intonasi yang positif saat berbicara
4. Meminimalisir penggunaan gadget sebelum usia 2 tahun
Setiap anak memiliki potensi kecerdasan bahasa yang besar sekali. Tugas
setiap orang tua untuk menstimulasinya bahkan sejak ia baru lahir. Setiap bayi
baru lahir sudah dapat mendengar suara meskipun penglihatannya masih
samar-samar.
Untuk orang tua yang bekerja di luar rumah, stimulasi melatih anak
berbicara dapat diwakilkan kepada pengasuh yang menjaga si kecil di rumah.
Memang dibutuhkan kontrol dan program yang konsisten per hari-nya untuk memberi
waktu bercakap-cakap dengan si kecil. Orang tua yang bekerja juga dapat
memanfaatkan waktu sebelum maupun sepulang bekerja untuk bercakap-cakap dengan
si kecil.
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kualitas waktu antara
orang tua dengan anak lebih berpengaruh terhadap kecerdasan si kecil daripada
kuantitas waktu yang dihabiskan. Jadi, jangan menyerah bagi para orang tua yang
bekerja untuk tetap memberikan konsentrasi terbaik di setiap pertemuan dengan
si kecil walaupun waktunya sempit tetapi tetap gunakan untuk bercakap-cakap,
menyapanya dengan intonasi dan emosi yang positif dan atau mengajaknya
bersenandung. Karena sungguh, melatih anak berbicara, berkomunikasi, tidaklah
sekadar mempraktikkan teori belaka. Butuh upaya sepenuh hati, setulus kasih
sayang orangtua untuk menengok lebih dalam isi hati ananda, untuk kemudian
mengungkapkan dan membaca bahasa tubuh, bahasa verbal, dan bahasa kalbunya.
Selamat menstimulasi si kecil untuk berbicara! :)
An email from Mungilmu.
0 komentar