Menulis untuk Diri Sendiri

Senin, April 20, 2020





Sering kali aku merasa iri kepada teman-teman lain.
Mereka bisa begini, bisa begitu. Bisa ngerjain ini, bisa ngerjain itu. Bisa ke sini, bisa ke sini.
Sementara aku, rasanya masih di sini-sini saja. Kenapa mereka bisa dan aku belum juga bisa?

Lalu aku mulai menelaah.

Mereka, usianya lebih dewasa dariku. Malah kadang ada yang terpaut sepuluh tahun atau lebih. Pasti mereka sudah melewati banyak pengalaman dan pelajaran, hingga sekarang mereka ada di stage itu.
Aku? Aku insyaaAllaah masih punya banyak waktu untuk belajar lebih banyak meski harus berkejaran dengan waktu bersama anak-anak dan mengurus seisi rumah. Hingga saat nanti jika Allah sampaikan aku pada usia yang sama dengan mereka, semoga aku bisa sebaik atau bahkan lebih baik lagi—sesuai porsiku—.

Anak-anak mereka sudah cukup besar dan mandiri. Sudah mampu mengurus diri sendiri dan lingkungannya. Sudah bisa bertanggungjawab atas tugas-tugas lainnya.
Sementara aku, anak-anak ku masih membutuhkan kehadiranku sepenuhnya, baik psikis maupun fisik. Kelak ketika anak-anak sudah cukup dewasa, insyaaAllaah aku akan punya banyak waktu untuk berbagai kegiatan seperti mereka.

Ku coba lagi untuk melihat. Hey, meskipun mereka punya apa yang aku tidak punya, tapi aku punya apa yang tidak mereka punya. Meskipun mereka bisa mengerjakan apa yang tidak bisa aku kerjakan, tapi aku bisa mengerjakan apa yang tidak bisa mereka kerjakan.

Sepertinya aku harus kembali mengingat bahwa setiap orang punya milestone masing-masing.

Ada yang punya kesempatan A di usia 20, tapi terhenti di usia 25. Ada yang baru punya kesempatan itu di usia 30, dan lain sebagainya.

Ingat lagi, bahwa masing-masing orang punya jalannya sendiri. Aku pun punya jalanku sendiri.

Jangan lupa, mereka punya prinsip hidup yang berbeda dengan ku. Mereka begini, aku begitu. Mereka bebas melakukan ini dan itu, aku tidak, ada yang harus aku batasi.
Dan ini kembali mengingatkanku untuk bersyukur karena aku memilih prinsip ku kini. Meskipun aku tidak bisa sebebas itu.
Lalu apa aku merasa terkurung?
Ternyata tidak. Aku tersadar, aku melihat kegembiraan dari sudut yang keliru.
Ternyata aku mengukur dengan ukuran dunia.

Kau tau kan dunia?
Sesuatu yang membuatmu selalu haus dan tak pernah merasa cukup.

Sepertinya ini waktu yang tepat untuk melihat kembali ke dalam diri sendiri.
Memaksimalkannya lagi dengan semangat dan lillaah.



Semoga hidup ini penuh dengan kebaikan yang benar biidznillaah, Aamiin.



Menulis untuk diri sendiri

You Might Also Like

0 komentar