Antara Istri, Suami & Parenting

Jumat, Oktober 05, 2018


Curhat Suami yang Istrinya Rajin Seminar dan Workshop parenting


Dalam sebuah seminar pendidikan, seorang ayah mengatakan bahwa dia sebenarnya senang melihat istrinya rajin ikut seminar dan pelatihan parenting atau pendidikan keluarga, namun ia mengaku dengan jujur bahwa dirinya kini ikut datang dalam seminar pendidikan keluarga atau parenting bukan karena ia suami takut istri tetapi seringnya merasa terancam apabila tak hadir. 


Karena apabila ia tak ikut hadir, maka sepulang dari seminar dan pelatihan itu istrinya selalu menuntut dirinya untuk begini begitu sesuai nasehat dan petuah yang didengarnya dari ustadz atau nara sumber pada seminar atau pelatihan sehingga ia berada pada situasi terancam. 


Ia menuturkan (curcol) istrinya menuntut untuk melakukan banyak hal, sejak mulai dari menuntut lebih banyak waktu untuk anak dan istrinya sampai kepada membuat misi keluargalah, merancang family strategic planning lah, menyusun portfolio anaklah, ikut pemetaan bakatlah dstnya. 


Baginya tuntutan itu bukan buruk, tetapi ia merasa seperti didorong ke dinding, terpojok dan tak punya waktu bernafas. Alih alih bersemangat membersamai keluarga malah jantungan dan merasa terancam. 


Curhat ini nampaknya mewakili banyak ayah yang istrinya kebanyakan ikut Seminar dan Pelatihan Parenting 


______


Nasehat untuk Para Istri Yang Rajin Seminar dan Workshop parenting


1. Ketahuilah bahwa para suami sesungguhnya perlu ruang untuk merenung dan bernafas, begitulah lelaki. Fitrah kelelakianya atau ego nya tidak suka ditekan dan didikte, disisi lain rasionalitas dan ego nya juga menyuruhnya untuk hati hati pada sesuatu yang baru, yang sebenarnya dalam rangka melindungi keluarganya.


Jadi andai suamimu terkesan lamban, itu karena ia perlu "merasionalisasi" tuntutan istrinya yang lebih banyak emosionalnya. 


2. Ketahuilah bahwa para suami kadang tak suka hal hal detail, karena kebanyakan mereka umumnya pemikir dan konseptor. Beberapa suami yang rajin terlibat pengasuhan anak secara detail, umumnya suami yang agak "keibuan" atau aďa sifat sifat emphaty yang besar. 


Jadi bersyukurlah bahwa suami anda cukup jantan apabila tak terlalu tertarik urusan teknis pengasuhan dan lebih tertarik urusan yang lebih besar. Namun demikian, minta dengan baik baik agar menjadi konsultan pendidikan 24 jam, alias siap menerima curhat 24 jam sehari semalam. Seorang konsultan memang tak harus banyak terlibat dalam masalah keseharian, karena akan tidak jernih melihat masalah karena menjadi bagian dari masalah. 


3. Ketahuilah bahwa lelaki itu merasa direndahkan jika diminta menjawab "bagaimana Ayah, kapan membuat misi keluarga kita". Bagi lelaki kata "bagaimana" itu seolah meragukan fungsi kelelakiannya. Kata "bagaimana" memicu egonya untuk membela diri dan emosi.


Silahkan ganti dengan kata "mengapa", misalnya tanyakan, "Ayah, mengapa ayah tak membuat misi keluarga?" . 


Kata "mengapa" tidak merendahkannya, tetapi membuat otaknya bekerja dan nalarnya terpicu. Beberapa lelaki mungkin lebih suka diceritakan studi kasus tentang pentingnya sesuatu topik, misalnya "misi keluarga pak Habibie"


4. Ketahuilah tak semua lelaki atau suami punya idea menjadi "ayah yang dirindukan", sebagian mereka tak punya sosok ayah sejak kecil baik karena meninggal dunia atau karena tak hadir membersamainya. He doesn't know how to be a good father. 


Maka agak sulit bagi ayah yang tak pernah punya bayangan bagaimana sosok ayah sejati atau bagaimana seharusnya ayah berperan, tiba tiba mendapat tuntutan dari istrinya untuk menjadi ayah "sempurna". 


 Jadi sebaiknya sering seringlah mengajak suami berkunjung kepada keluarga keluarga atau pasangan yang suaminya berperan sebagai ayah sejati. Bisa juga memberikan suami pembimbing bisnis yang merupakan lelaki dan suami sangat aware pada pendidikan keluarganya. 


Jadi temukan saja "mengapa" suami tak mau terlibat dalam mendidik anak dan keluarga, bukan bagaimana menyuruh atau mengatasi para suami yang begini dan begitu. 


5. Ketahuilah bahwa saya sebagai nara sumber, juga nara sumber lainnya, sesungguhnya tak pernah menyuruh para ibu atau para istri untuk menekan suaminya begini begitu sepulang seminar ataupun pelatihan pendidikan keluarga. 


Pendidikan keluarga atau parenting yang benar itu sesungguhnya tak membuat panik, tetapi makin merileks dan mengoptimis dalam membersamai anak dan keluarga.  Jika makin banyak ikut seminar dan pelatihan, semakin menambah panik dan cemas serta menekan pasangan maka ada yang salah dalam mindset kita maupun prakteknya. 


Salam Pendidikan Peradaban

Oleh Ust. Harry Santosa


#fitrahbasededucation 

#pendidikanberbasisfitrah

You Might Also Like

0 komentar