Anak Saya Homeschooling ?
Selasa, Juli 17, 2018“Teh, anak saya nggak suka matematika, jadi saya homeschoolingkan saja biar nggak usah belajar matematika di sekolah. “
“Anak saya mau fokus di bidang bisnis aja, nggak usah belajar pelajaran lain, percuma nggak kepake juga nanti”
“Yang penting anak saya agamanya bagus. Nggak apa-apa akademiknya jelek juga”
“Anak saya bakatnya nyanyi, nggak perlulah dipaksa belajar sains dan sosial”
“Ibarat elang, kalau mata pelajaran terbang kan hebat. Coba kalau dia dipaksa memanjat, pasti dia akan merasa bodoh”
Banyak pertanyaan dan pernyataan senada yang diungkapkan orangtua berkenaan dengan minat bakat anak. Tak sedikit orangtua memutuskan Homeschooling hanya sekedar berdasarkan pertanyaan, pernyataan dan asumsi-asumsi seperti ini.
Attitude
Setiap manusia diajarkan untuk senantiasa berjuang dan berkorban. Termasuk dalam belajar. Saat kita melihat anak tidak suka satu bidang pelajaran, kita perlu mengamati dan mengevaluasi, apakah memang masalahnya pada kemampuan atau kemauan? Tak sedikit anak yang malas belajar dan orangtua yang malas mencari solusi akhirnya menyerah dalam pernyataan "anak tidak suka dan tidak harus belajar sesuatu".
Manusia pada dasarnya malas belajar, malas untuk serius. Jangankan pada hal yang tidak disukai, pada hal yang disukai pun demikian. Anak yang suka memencet tuts piano dengan riang belum tentu tahan fingering berjam-jam saat latihan piano. Anak yang suka berdebur-debur di kolam belum tentu tahan sejam latihan renang dengan serius.
Banyak orangtua mengira anak tidak suka atau tidak berbakat di satu bidang pelajaran, karena anak tidak menampakkan kemajuan berarti disitu. Ikut latihan vokal baru beberapa kali pertemuan sudah off. Ikut latihan olahraga baru beberap bulan sudah stop. Sementara sarana, alat dan dana sudah digelontorkan.
Padahal masalahnya mungkin bukan pada bakat atau minat, tapi pada attitude. Malas, terburu-buru, tidak sabar, tidak suka metode belajar, tidak suka tempat belajar, ingin segera bermain-main, kesal pada orangtua dan guru, seringkali menyebabkan proses belajar mandek.
Mengajari anak agar mencintai proses belajar, sabar dan tekun dalam menimba ilmu dan melatih keahlian, bersemangat untuk meraih keberkahan dalam satu bidang ilmu, adalah konsep dasar yang harus ditanamkan pada anak-anak.
Pendidikan Dasar
Saat ini sulit menjadi seorang ahli di berbagai bidang sekaligus. Ya jago nyanyi, ya hafizh Qur'an, ya ilmuwan sains, ya pengamat politik, ya menguasai 7 bahasa asing, ya bisa mengobati orang sakit. Maka memilih satu bidang tertentu untuk dikuasai lebih realistis.
Namun ada pendidikan dasar yang seharusnya tidak dilepas begitu saja. Setiap anak harus mempelajarinya sampai taraf praktis dia bisa hidup 'normal' dan terpenuhi semua kebutuhannya.
Berbeda dengan para binatang di animal school yang memiliki struktur tubuh dan fitrah yang berbeda-beda, manusia secara umum memiliki kompetensi dasar yang sama yang harus dikuasai.
Beberapa hal yang perlu diajarkan antara lain :
1. Kemampuan berpikir logis. Pendidikan matematika yang baik sampai taraf tertentu sangat membantu anak menguasai metode berpikir logis. Ini akan membantu anak menganalisis, mengasah kecerdasan, terhindar dari hoax dan pemahaman yang dangkal. Juga akan melindungi anak-anak kita dari penipuan, pembodohan dan penguasaan kaum lain.
2. Kemampuan berkomunikasi. Anak harus mampu berkomunikasi dengan lingkungannya. Kemampuan memahami bahasa, menyampaikan maksud, memahami lawan bicara adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai semua anak. Jangan sampai anak stress dan tertekan karena tidak mampu berkomunikasi dengan lingkungannya
3. Al Qur'an dan Bahasa Arab
Bagi setiap muslim, membaca, menghapalkan al Qur'an menjadi kewajiban. Meskipun anak tampak tidak berbakat menghapal, orangtua tidak boleh berlindung dan mencari alibi. Proses membaca dan menghapal al Qur'an harus tetap dilakukan semampunya.
Mengerti sedikit bahasa Arab juga penting. Minimal bisa tahu kapan mesti berhenti dan melanjutkan ayat saat membaca al Qur'an. Setidaknya bisa tahu perbedaan huruf dan kata, kata dan kalimat sebagai dasar pemahaman tajwid, juga untuk mempermudah proses menghapal.
4. Olahraga
Meskipun anak (dan orangtua) tampak tidak suka berolahraga, mengajari anak berolahraga sangat penting. Minimal anak bisa berjalan jauh (hiking), berlari kecil (jogging) dan berenang. Memperbanyak aktivitas outdoor juga sangat membantu proses belajar anak-anak, memastikan otot mereka tumbuh dan berkembang baik, serta mendapatkan udara segar.
Survival
Tugas orang tua antara lain membentuk anak agar mampu survive di berbagai kondisi. Bisa mengenal bumi dan berbagai sumber dayanya, bisa hidup di perkotaan, bisa menerima berbagai tradisi dan kebudayaan, bisa makan beragam jenis makanan di manapun berada, bisa tahan di berbagai iklim dan cuaca, bisa menikmati hidup di berbagai situasi dan kondisi.
Jangan biarkan anak manja dan mudah mengeluh jika harus keluar dari zona nyaman. Tidak bisa makan kalau tidak dengan ayam goreng, tidak bisa tidur kalau tidak ber AC, tidak bisa mencium bau asing, tidak bisa masuk kamar mandi yang sedikit kotor, tidak bisa tinggal di desa, tidak bisa kotor, tidak tahan hiruk pikuk, dll.
Dengan memahami hal-hal tersebut, orangtua akan mampu mendidik anak yang tangguh dan tidak mudah menyerah. Anak-anak seperti ini akan mengerahkan potensinya dengan optimal. Orangtua tak harus lelah mendorong seperti mendorong mobil mogok. Meskipun mewah, mobil mogok tetap melelahkan untuk didorong..
Oleh Yuria Cleopatra
0 komentar