Family Time
Hari libur, setelah subuh kita cuddling sebentar, ngobrol ngalor-ngidul, lalu bersiap.
Bersiap 'o te we'.
Pagi-pagi sekali kami berangkat 'jalan-jalan'.
Ketika hari masih berkabut dan dingin. Kita naik motor menyusuri jalan jalan di perkampungan.
Ketika hari masih berkabut dan dingin. Kita naik motor menyusuri jalan jalan di perkampungan.
Dan di atas motor juga biasanya kami lagi-lagi ngobrol ngalor ngidul.
Kadang ngobrol tentang apa yang kami lihat di sepanjang jalan.
Kadang ngobrol tentang rencana keluarga kami.
Kadang ngobrol tentang mimpi.. hihii..
Apapun bisa dibicarakan sambil muter-muter.
Kadang ngobrol tentang apa yang kami lihat di sepanjang jalan.
Kadang ngobrol tentang rencana keluarga kami.
Kadang ngobrol tentang mimpi.. hihii..
Apapun bisa dibicarakan sambil muter-muter.
Biasanya kami mampir membeli bubur organik untuk syaima.
Dari rumah hanya berbekal sebotol air es dan sendok Syaima.
Karena syaima ngga mau makan pakai sendok dewasa atau bubur nya tidak disertai sendok.
Dari rumah hanya berbekal sebotol air es dan sendok Syaima.
Karena syaima ngga mau makan pakai sendok dewasa atau bubur nya tidak disertai sendok.
Setelah cukup jauh, kami break sebentar untuk sarapan di kaki lima.
Lalu kami kembali lanjut 'jalan-jalan'.
Lalu kami kembali lanjut 'jalan-jalan'.
Menjelang siang, kami sudah on the way pulang ke rumah.
Ketika itu, orang orang yang lain baru saja berangkat 'o te we'.
Ketika itu, orang orang yang lain baru saja berangkat 'o te we'.
Sudah itu saja cukup. Sangat cukup bahkan lebih dari cukup untuk ku.
Lebih dari setahun belakangan, kami sudah berhasil menghapus kegiatan beraroma shopping dan kuliner.
Justru ini yang membuat ku lebih bahagia.
Having a good time with family, heart to heart, more.
Having a good time with family, heart to heart, more.
Belanja hanya ketika ada yang harus dibeli.
Kulineran hanya ketika engga masak.
Kulineran hanya ketika engga masak.
Yang masih on off adalah screening.
Semoga bisa off off..
Semoga bisa off off..
Tentang Fashionable
Perempuan mana yang tidak suka lihat iklan gamis berseliweran di timeline.
Yang ini cantik, yang itu lucu..
Rasanya pengin punya semua nya.
Setidaknya satu model punya satu, apalagi kalo setiap model nya punya tiga warna.
Rasanya pengin punya semua nya.
Setidaknya satu model punya satu, apalagi kalo setiap model nya punya tiga warna.
Ditambah hashtag ootd bertebaran di instagram.
Dengan pose begini begitu.
Dibalut gamis gamis yang membuat mata 😍.
Dipadu kerudung yang model nya luar biasa bermacam-macam.
Dengan pose begini begitu.
Dibalut gamis gamis yang membuat mata 😍.
Dipadu kerudung yang model nya luar biasa bermacam-macam.
Saya juga suka.
Saya juga mau..
Tapi saya lebih suka lagi rumah yang 'slim'.
Saya juga mau..
Tapi saya lebih suka lagi rumah yang 'slim'.
Rumah yang tidak penuh sesak oleh barang yang jarang dipakai.
Gamis saya tidak sampai tidak sampai 5 potong.
Kerudung nya pun sama.
Sudah termasuk gamis set satu.
Tiga yang lain nya beli ngecer, agar berbeda warna dan bisa di 'mix n match'.
Kerudung nya pun sama.
Sudah termasuk gamis set satu.
Tiga yang lain nya beli ngecer, agar berbeda warna dan bisa di 'mix n match'.
Suami nya ga ngasih budget ?
Oh No.
Suami ku kalo istri nya minta apa, beliau akan bilang 'iya'.
Tapi beliau tipe orang yang selalu bilang, "kan yang itu masih ada" "sederhana wae" dan semacamnya.
Iya. Beliau tidak akan beli barang kalau barang sebelumnya masih bisa dipakai.
Iya. Beliau tidak akan beli barang kalau barang sebelumnya masih bisa dipakai.
Selain itu, saya sadar, sangat sadar.
Lemahnya perempuan itu pada 'mata' dan 'benda'.
Sekarang lihat, suka, beli, besok numpuk di lemari.
Lemahnya perempuan itu pada 'mata' dan 'benda'.
Sekarang lihat, suka, beli, besok numpuk di lemari.
Masih banyak pundi-pundi lain yang bisa kita isi dengan budget 'laper mata' kita.
Jadi, harap maklum kalau ketemu saya dan outfit saya itu lagi itu lagi..
I've Finally found the place where I belong.
Pernah suatu hari seseorang bertanya tentang apa yang begitu aku inginkan.
Lalu ku jawab,
"aku ingin menjadi seorang ibu yang hebat".
Kemudian orang itu tertawa,
"cita cita kok pengin jadi ibu, jadi ibu itu kodrat, bukan keinginan".
Penyinyir will always nyinyir.
I don't mind.
Itu tidak mengubah keinginanku.
I don't mind.
Itu tidak mengubah keinginanku.
Di kemudian hari,
ada seseorang yang menanyakan hal yang senada.
ada seseorang yang menanyakan hal yang senada.
Saat itu aku sudah bekerja dengan gaji yang lebih dari cukup untuk kebutuhan ku.
Tapi aku memilih melanjutkan study.
Orang itu bertanya, "apa alasan kamu kuliah lagi ?".
Aku jawab, "Aku ingin menjadi ibu yang hebat. Perempuan itu sekolah pertama untuk anak-anaknya kan ? Jadi aku harus terus belajar".
Dia tersenyum simpul mendengar jawaban ku. Satu tarikan di ujung bibir yang masih aku ingat hingga kini.
Orang itu, sekarang dia suami ku.
Orang yang memimpin keluarga kecil ku, menempuh visi dan menjalankan misi.
Sejak dulu sekali, bahkan sebelum aku berpikir akan berkeluarga, aku sudah berazzam pada keinginan itu.
Bahwa suatu hari,
aku ingin menjadi ibu yang benar-benar ibu.
Ibu yang sesungguhnya.
Ibu yang mewujudkan sosok ibu seutuhnya.
aku ingin menjadi ibu yang benar-benar ibu.
Ibu yang sesungguhnya.
Ibu yang mewujudkan sosok ibu seutuhnya.
Saat itu, aku tidak tau istilah apa yang tepat untuk menyebut sosok seperti itu.
Sekarang, aku mengetahui sosok itu adalah sosok yang layak disebut ibu profesional.
Bergabung dengan IIP rasanya seperti aku menemukan kembali sesuatu yang hilang.
Like a somewhere I belong.
Lalu tetiba aku sudah berada di kelas matrikulasi.
Bersama perempuan-perempuan yang haus ilmu.
Perempuan-perempuan yang siap meng-up grade pribadi nya.
Perempuan-perempuan yang bahu membahu belajar untuk kebaikan diri nya dan keluarga nya.
Perempuan-perempuan pembelajar yang hebat dan menghebatkan.
Selama kelas matrikulasi,
rasanya seperti hidup ku diguyur air segar setelah kemarau panjang.
Sinaps-sinaps kembali berenergi, siap terkoneksi dan tumbuh lebih banyak lagi.
Banyak sekali ilmu yang telah mengendap terkubur dalam, kembali digali.
Digali dan diamalkan dalam bentuk nyata.
Pekan demi pekan.
Hidup ku kembali diposisikan ke jalur nya.
Lalu mulai ditata dan direncanakan untuk bersiap menyambut hari yang lebih baik.
Lebih baik dalam menjadi dan memanage diri sendiri.
Lebih baik saat menjalani peran menjadi seorang ibu dan istri.
Lebih peka kepada lingkungan sekitar.
Benar kata orang, belajar itu seperti minum garam di laut.
Semakin belajar, semakin kita sadar kita tidak tau apa apa dan ingin terus menggali dan mempelajari lebih banyak hal.
Kelas matrikulasi seperti gerbang yang membawa ku menuju apa yang selama ini aku inginkan.